Mimpiku Bukan Sekedar
Ilusi…
Sang
matahari tampak malu-malu membuka cadarnya. Embun tadi malam masih terlihat
dibeberapa kuntum bunga yang kini telah mekar. Kupu-kupu dengan beraneka warna
berterbangan disisinya.
Disebuah
halte nampak beberapa orang berdiri menunggu bus. Di jalan-jalan sekitarnya
tampak mobil-mobil besar melintas. Adapula, beberapa motor yang mencoba
menyalip mobil di depannya. Pemandangan ini tak asing lagi bagiku. Inilah kota
metropolitan tempat tinggalku. Tempat Aku lahir dan dibesarkan. Dan tempat ini
juga mengenal berbagai permasalahan. Kota ini bagiku sudah tak seperti yang
dulu lagi. Dulu Aku bisa bermain sepuasnya dengan teman-temanku, berenang
disungai yang jernih, dan berlari-lari mengejar layangan yang putus di
lapangan. Tapi, kini sungai itu tak jernih lagi penuh sampah bak tempat
pembuangan.
Di
dalam hiruk pikuk kehidupan kota ku kayuh sepeda miniku yang telah bobrok
dengan penuh semangat. Sebuah semangat untuk menuntut ilmu yang akan berguna
dimasa depanku. Saatku duduk termenung, tiba-tiba kawanku menghampiriku
“ Cha, kamu dipanggil Bu Rina.
Kamu disuruh menemuinya di kantor”
“ makasih Sar atas infonya”
ucapku seraya bergegas pergi
Dalam
hati Aku merasa gelisah, Aku tak tahu mengapa Aku dipanggil. Sesampainya di
kantor, ku lihat Bu Rina sedang asyik membuka dokumen
Tok! Tok! Tok!
“ assalamu’alaikum”
“ wa’alaikumusalam. Eh, Chaca
silakan masuk! Ibu mau bicara sama kamu!”
Aku segera menuruti perintahnya
untuk duduk
“ Chaca, sebenarnya ibu
memanggilmu untuk memberitahumu tentang hal ini, tapi ibu harus mengatakannya”
“ tak apa-apa kok, bu. Silahkan
ibu mau bicara tentang hal apa?”
Bu Rina mendesak, “ Chaca, kamu
belum membayar SPP selama lima bulan dan kini kamu berancam dikeluarkan dari
sekolah. Oleh sebab itu, ibu mohon untuk melunasinya dengan segera!”
Ku
terkejut bukan main seperti ada petir yang menyambarku dengan dahsyatnya.
“ mengapa semua jadi begini? Apa
salahku? Aku sadar Aku telah salah, tapi kenapa harus serumit ini?” gumamku
dalam hati.
Ku
segera meninggalkan meja Bu Rina dengan perasaan galau. Selama pelajaran
berlangsung sampai pelajaran berakhir. Kata-kata itu masih terngiang
ditelingaku.
Sesampainya
di rumah ku lihat adik-adikku menangis kelaparan. Ku lihat bakul sudah kosong.
Dalam keadaan bingung, tiba-tiba ku teringat uang saku yang diberikan Bapak
tadi pagi masih ada. Ku segera berlari menuju warung dan ku beli nasi dua
bungkus. Setelah ku bayar ku segera kembali ke rumah. Baru ku injakkan kakiku
di depan pintu adik-adikku segera menyerbuku. Nasi bungkus yang tadi ku pegang
segera ku berikan kepada kedua adikku. Ku lihat mereka melahap nasi itu dengan
lahapnya. Dalam hatiku merasa bahagia melihat adik-adikku tak kelaparan, tapi
Aku juga merasakan sedih yang teramat sangat mengingat kejadian di sekolah
tadi.
Keesokan
harinya, ku putuskan untuk tidak masuk sekolah. Aku membantu ibu dirumah, mencuci
pakaian, dan menyetrika. Kemudian ku antarkan pakaian-pakaian itu ke beberapa
rumah. Beberapa kompleks rumahku.
Siangnya………
“ Aqua, aqua, tissue, tissue bu!”
ucapku menyapa orang yang lewat namun dia hanya menggeleng. Akupun pergi.
“ hei, ngapain kamu disini?”
kata seorang anak seraya mendorongku
“ pergi kamu! Kirain kamu tempat ini milik
siapa? Ini tempat kekuasaan kami” kata seorang anak berbadan besar, Aku
terdiam, Aku tidak ingin mencari gara-gara dengan mereka. Aku tahu mereka anak
berandalan, yang hanya ingin menang sendiri. Ku berjalan terus menyusuri
trotoar.
Dalam hati, “ mengapa sulit
banget? Apakah ini cobaan untukku?” ku ucap begitu sampai tak terasa air mata
bergulir dipipiku. Tak berapa lama Aku putuskan untuk pergi.
ฐสฐ
Sudah
tak terasa satu minggu. Aku tidak masuk ke sekolah. Suatu senja saat ku baru
ttiba di rumah, ibu memeluk diriku dengan erat, dengan penuh kasih sayang.
“ selamat ya nak!” ucap ibuku
“ maksud ibu apa?” tanyaku heran
Ibu segera melepas dekapannya.
Lalu, ibu mengajakku masuk dan duduk. Setelah itu, ibu berkata, “ nak, mulai
besok kamu bisa masuk sekolah lagi”
“ tapi bu, bukankah kita belum
melunasi uang SPP-nya?”
Ibu tersenyum seraya membelai
rambutku
“ sayang, tadi Bu Rina datang
kemari. Beliau memberitahu ibu, bahwa mulai besok kamu diperbolehkan lagi masuk
sekolah”
“ haaah, Bu Rina bilang begitu,
bu?”
“ iya, sayang. Bu Rina bilang
SPP mu sudah dilunasi oleh seseorang”
“ seseorang? Siapa dia bu?”
“ dia malaikatmu. Setiap kau
memiliki kesulitan, dia selalu membantumu”
“ maksud ibu, malaikat itu
siapa?”
“ sahabatmu. Sahabat sejatimu”
“ Sari, kaukah? Bila benar kamu
Aku ucapkan terima kasih. Semoga kebaikanmu diterima oleh Allah”
Aku
mendekap ibu dengan erat, tak terasa air mata ini bergulir
Beberapa tahun kemudian…
Ku
buka buku-buku pelajaran tadi dan ku baca kembali. Setelah kurasa cukup, ku
buka catatanku dan ku pun mulai melantun.
Ku
gores tinta hitam ini
Di
sebuah kertas putih
Ku
tulis sebuah syair
Tuk
mengukir kisah yang lalu
Kenangan
yang tidak bisa di ulangi lagi
Kesedihan,
kebahagiaan…
Takkan
pernah hilang ditelan waktu…
Lantunan ini ku bawa dalam
mimpiku, mimpi yang begitu indah hingga tak terasa pagi telah datang.
Tok! Tok! Tok
“ Cha, bangun! Udah siang ini.
Apa kamu nggak kuliah?”
Aku
tersentak mendengar suara ibu di depan pintu kamarku.
“ Astaghfirullah hal’azim! Ya
Allah, Aku kesiangan” gumamku
“ ya, bu. Aku udah bangun”
“ ya, udah. Cepetan nanti kamu
telat!”
“ ya, bu”
Ku
segera beranjak bangun dari tempat tidurku dan segera bergegas untuk mandi.
Setelah siap, Aku bergegas pergi. Sesampainya di kampus, Aku segera masuk
kelas. Tak lama kemudian, bel tanda masuk berbunyi. Mata pelajaran pertama pun
dimulai.
Jam
09.00 pelajaran berakhir, Aku dan Sari bergegas pergi, ada sesuatu yang harus
kami selesaikan. Ditengah perjalanan.
“ Cha, Aku mau beli minuman
dulu, ya! Kamu jalan duluan!”
“ ok deh!” Aku terus berjalan,
ketika Aku sedang menyebrang tiba-tiba,
“ awas, Cha!” teriak Sari, Aku
menoleh dan kulihat sebuah mobil melaju dengan kecepatan tinggi datang
kearahku,
“ aaaaahhh”
Sari berlari ke arahku seraya
mendorongku.
Bukkk!
Aku terjatuh dan kepalaku
membentur badan trotoar. Tiba-tiba pandangan di sekitarku tampak gelap dan Aku
pun tidak ingat lagi apa yang terjadi. Saat ku siuman ku lihat sebuah ruang
berdinding putih bersih. Ku lihat ibu duduk disampingku, ia tersenyum padaku.
“ kamu sudah sadar, sayang?”
“ ibu, Aku ada dimana?”
“ kamu di rumah sakit, sayang.
Kamu sudah tiga hari tak sadarkan diri”
“ hah, memang apa yang terjadi
padaku, bu?”
“ kamu pingsan setelah keningmu
membentur badan trotoar” ucap ibu seraya mengelus rambutku dengan penuh kasih
sayang,
“ ibu!” ibu menoleh
“ Sari dimana, bu? Kok nggak
kelihatan?”
Ibu
terdiam, terlibat dimatanya ada sebuah cahaya kesedihan yang teramat mendalam.
“ bu, jawab! Ada apa dengan
Sari, bu?” pintaku
“ Sari, Sari……..” ibu menangis
“ nggak mungkin! Nggak mungkin
dia meninggal. Dia udah janji bakal nemenin Aku sampai kita berdua mengenakan
gaun pengantin” jawabku dengan perasaan kalut. Tiba-tiba Aku meraung sejatinya.
Aku tak bisa lagi membendung air mata ini.
ฐสฐ
Esok
harinya, Aku pulang ke rumah. Ketika tiba di rumah. Ku rasakan sesuatu yang
hilang. Ya, Sari tak ada disana, tidak menantiku, tidak menyambutku.
“ sayang, kita makan dulu yuk!
Nanti obatnya diminum biar kamu cepet sembuh!” kata ibu mengagetkan lamunanku.
Aku
pergi menuruti kata-kata ibu. Selama satu minggu Aku tidak datang ke kampus.
Aku masih belum sanggup untuk melihat tempat yang banyak kenangan tentangku
dengan Sari. Aku masih tidak sanggup.
ฐสฐ
Suatu
hari, ketika Aku sedang duduk di beranda rumah. Ibu datang menghampiriku.
“ sayang, apa kamu nggak mau
kuliah lagi?”
“ Aku belum sanggup, bu. Banyak
kenangan di kampus itu”
“ sayang, Sari hanyalah sebutir
pasir digurun. Satu dari berjuta-juta umat manusia. Seperti halnya manusia
lain, ia pun mengalami lahir, dewasa, tua, lalu mati. Mungkin ini sudah suratan
takdirnya. Ia harus merelakan hidupnya demi menyelamatkan nyawamu. Harusnya
kamu bersyukur. Janganlah kau merasa terpuruk seperti ini”
Aku
merasa kedamian dari kata-kata ibu. Dan mulai saat ini Aku akan terus berusaha
untuk meraih cita-citaku kerana mimpiku bukan sekedar ilusi…….
Mega di
senja ini begitu indah
Memancarkan
sinarnya di lautan biru
Lautan
yang begitu bening
Sebening
lantai keratin Indrapa Hasta
Di
sekelilingi panorama yang sungguh indah
Laksana
taman Sriwedari di Maespati
Mungkin
di surga kau bahagia
Kau
bagai putri di sebuah keraton
Dengan
gaun yang berkilapan
Watanshi
no yujin sayonara
And
Watanshi
no tenshi arigatozaimasu
0 komentar:
Posting Komentar